UMRAH DANA TALANGAN, SOLUSI IBADAH ATAU JALAN KELIRU?

Arsip September 2020

Oleh:
Dr. Erwandi Tarmizi, MA
Fiqh Wa Ushuluhu Universiti Muhammad bin Saud KSA, Pakar Fiqh Muamalat Kontemporer

πŸŒ™ Umrah Itu Mulia, Tapi Jalannya Harus Bersih

Kita semua tahu: Umrah adalah ibadah yang sangat dianjurkan. Apalagi sekarang, peluang ke Tanah Suci semakin terbuka lewat berbagai kemudahan:

➡️ Cukup setor DP

➡️ Biaya bisa dicicil setelah pulang

➡️ Asuransi ditanggung

➡️ Travel mengurus semuanya

Kedengarannya praktis. Tapi... apakah caranya sudah sesuai syariat?

Dalam ceramah ini, Ustaz Dr. Erwandi Tarmizi menjelaskan dengan tenang dan gamblang bahwa ada praktik-praktik yang terlihat "islami", tapi sebenarnya tidak sesuai dengan prinsip muamalah dalam Islam.

Kajian ini penting untuk:

πŸ”Έ Pemilik travel umrah

πŸ”Έ Jamaah yang ingin umrah dengan dana talangan

πŸ”Έ Siapa pun yang ingin ibadah tanpa melibatkan riba dan syubhat

🎧 Dengarkan penjelasan lengkapnya, karena niat baik pun butuh jalan yang benar.


Ringkasan Poin-Poin Utama

❌ 1. Umrah dengan Berutang? Islam Tidak Menganjurkan

  • Hukum asalnya: tidak boleh berutang untuk ibadah yang hanya diwajibkan bagi yang mampu (QS. Ali 'Imran: 97).

  • Jika seseorang harus berutang untuk berangkat umrah, berarti dia belum mampu dan tidak wajib umrah.

πŸ“‰ 2. Semua Ulama Sepakat: Lunasi Utang Dulu Sebelum Umrah

  • Dalam semua kitab fikih, disebutkan:

    "Siapa yang punya utang, lunasi dulu sebelum pergi umrah atau haji."

  • Bahkan mati syahid pun tidak bisa menghapus dosa orang yang masih punya utang.

⚖️ 3. Contoh Nabi ο·Ί: Utang Hanya untuk Kebutuhan Mendesak

  • Rasulullah ο·Ί hanya berutang dalam dua kondisi:

    • Untuk beli makanan pokok (gandum) saat sangat darurat.

    • Untuk membiayai jihad, bukan untuk ibadah sunnah seperti umrah.

  • Beliau tidak pernah berutang untuk rumah, kendaraan, apalagi perjalanan ibadah.

HUKUM WARIS, ANTARA ISLAM DAN ADAT

Oleh:
Dr. Erwandi Tarmizi, MA
Fiqh Wa Ushuluhu Universiti Muhammad bin Saud of KSA, Pakar Fiqh Muamalat Kontemporer



🌷 Harta Itu Titipan — Jangan Sampai Jadi Jalan Kita ke Neraka

Kita sibuk mengumpulkan harta. Beli tanah, bangun rumah, simpan tabungan. Kadang kita lupa — bahwa semua itu bukan milik kita. Hanya titipan Allah, yang nanti akan diminta pertanggungjawaban.

Lewat kajian panjang ini, ustadz dan pakar hukum menjelaskan betapa rumit, adil, dan dalamnya hukum waris dalam Islam. Bukan sekadar angka ½, ⅓, atau ⅛. Tapi tentang amanah, tentang hak orang lain yang harus kita tunaikan, tentang bagaimana agar harta yang kita tinggalkan tidak menjadi sebab kita diseret ke neraka.

Kalau kamu sedang sibuk mengatur hidup, coba sejenak renungkan bagaimana akhirnya kita akan mati — lalu harta kita akan dibagi. Apakah sesuai syariat? Apakah hak adik, kakak, ibu, anak sudah terpenuhi? Atau justru kita biarkan warisan jadi pemicu ribut, dendam, bahkan memutus silaturahmi?

🎧 Dengarkan pelan-pelan. Semoga ini menjadi pengingat lembut, bahwa hidup ini singkat, dan harta bukanlah milik kita selamanya.


πŸ“ Ringkasan Poin-Poin Utama


🏠 1. Semua Harta Milik Allah

  • Allah yang kasih rezeki, nyawa, tubuh, termasuk harta kita.

  • Karena itu Allah juga yang berhak menentukan aturan siapa dapat apa.

  • Kalau kita wafat, harta kita kembali ke pemilik sejati: Allah.


⚖️ 2. Hukum Waris Islam Sangat Adil

  • Dalam Al-Qur’an Allah sendiri yang langsung mengatur warisan — tanpa campur hadis.

  • Allah sifatkan diri-Nya dengan Al-'AlΔ«m Al-αΈ€akΔ«m (Maha Mengetahui, Maha Bijaksana), jadi tak mungkin hukum waris-Nya zalim.


πŸ‘©‍πŸ‘©‍πŸ‘§‍πŸ‘¦ 3. Tak Sesuai Logika Manusia, Tapi Sesuai Hikmah Allah

  • Kalau pakai logika manusia: harusnya orang tua dapat paling banyak karena sudah membesarkan kita.

  • Atau istri tak dapat apa-apa karena baru menikah sebentar.

  • Tapi Allah lebih tahu siapa yang paling butuh, siapa yang paling berhak.


PEMBAGIAN WARIS SESUAI AL-QUR'AN

Oleh:
Dr. Erwandi Tarmizi, MA
Fiqh Wa Ushuluhu Universiti Muhammad bin Saud of KSA, Pakar Fiqh Muamalat Kontemporer



🌿 Saat Harta Jadi Ujian, dan Warisan Jadi Ujian yang Lebih Besar

Setiap orang tua pasti ingin meninggalkan sesuatu untuk anak-anaknya — harta, rumah, tanah, bahkan usaha keluarga. Tapi sering kali kita lupa, bahwa warisan bukan hanya tentang harta, tapi tentang amanah yang harus dibagi sesuai perintah Allah.

Betapa banyak keluarga yang dulunya harmonis, retak hanya karena salah urus warisan.
Betapa sering anak-anak yang dulu saling menyuapi, kini saling menggugat di pengadilan hanya karena merasa dizalimi — padahal Allah sudah tetapkan porsinya jelas dalam Al-Qur'an.

Kuliah ini adalah tadzkirah yang menyentuh:
tentang bagaimana cara membagi harta warisan dengan benar,
tentang kesalahan yang sering terjadi,
dan tentang ancaman yang sangat serius dari Allah bagi siapa pun yang melanggar batasan ini.

Dengarkanlah, karena bisa jadi ini yang akan menjaga keluargamu tetap utuh setelah kamu tiada.


πŸ“Œ Ringkasan Poin-Poin Utama



πŸ•Œ 1. Hukum Waris Sudah Diatur Langsung oleh Allah dalam Al-Qur’an

  • Dalam Surah An-Nisa ayat 11–14, Allah menetapkan dengan sangat detail: siapa saja yang berhak mendapat warisan, dan berapa porsinya.

  • Ini bukan ijtihad ulama, bukan kesepakatan adat, tapi hukum langit.

"يُوءِΩŠΩƒُΩ…ُ Ψ§Ω„Ω„َّΩ‡ُ فِي Ψ£َوْΩ„َΨ§Ψ―ِΩƒُΩ…ْ..."
"Allah mewasiatkan kepada kalian tentang (warisan) anak-anak kalian..."
(QS. An-Nisa: 11)


⚖️ 2. Pembagian Harta Waris Wajib Sesuai Syariat, Bukan Adat

  • Banyak masyarakat (misalnya Minang, Batak, Bugis) masih membagi warisan berdasarkan adat.

  • Tapi sebagai Muslim, kita harus tunduk pada hukum Allah, bukan adat.

  • Jika seorang anak perempuan mengambil bagian lebih besar dari yang Allah tetapkan, itu zalim.


πŸ‘¨‍πŸ‘©‍πŸ‘§ 3. Porsi Waris yang Ditentukan oleh Allah (Beberapa Contoh):

  • Anak laki-laki: dua kali lipat dari anak perempuan.

  • Istri: 1/8 (jika ada anak) atau 1/4 (jika tidak ada anak).

  • Suami: 1/4 (jika ada anak) atau 1/2 (jika tidak ada anak).

  • Orang tua (bapak & ibu): masing-masing 1/6 jika almarhum punya anak.

πŸ“Œ Semua angka ini tidak boleh diubah atau dirundingkan.