Fiqh Wa Ushuluhu Universiti Muhammad bin Saud of KSA, Pakar Fiqh Muamalat Kontemporer
🌿 Saat Harta Jadi Ujian, dan Warisan Jadi Ujian yang Lebih Besar
Setiap orang tua pasti ingin meninggalkan sesuatu untuk anak-anaknya — harta, rumah, tanah, bahkan usaha keluarga. Tapi sering kali kita lupa, bahwa warisan bukan hanya tentang harta, tapi tentang amanah yang harus dibagi sesuai perintah Allah.
Betapa banyak keluarga yang dulunya harmonis, retak hanya karena salah urus warisan.
Betapa sering anak-anak yang dulu saling menyuapi, kini saling menggugat di pengadilan hanya karena merasa dizalimi — padahal Allah sudah tetapkan porsinya jelas dalam Al-Qur'an.
Kuliah ini adalah tadzkirah yang menyentuh:
tentang bagaimana cara membagi harta warisan dengan benar,
tentang kesalahan yang sering terjadi,
dan tentang ancaman yang sangat serius dari Allah bagi siapa pun yang melanggar batasan ini.
Dengarkanlah, karena bisa jadi ini yang akan menjaga keluargamu tetap utuh setelah kamu tiada.
📌 Ringkasan Poin-Poin Utama
🕌 1. Hukum Waris Sudah Diatur Langsung oleh Allah dalam Al-Qur’an
-
Dalam Surah An-Nisa ayat 11–14, Allah menetapkan dengan sangat detail: siapa saja yang berhak mendapat warisan, dan berapa porsinya.
-
Ini bukan ijtihad ulama, bukan kesepakatan adat, tapi hukum langit.
"يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ..."
"Allah mewasiatkan kepada kalian tentang (warisan) anak-anak kalian..."
(QS. An-Nisa: 11)
⚖️ 2. Pembagian Harta Waris Wajib Sesuai Syariat, Bukan Adat
-
Banyak masyarakat (misalnya Minang, Batak, Bugis) masih membagi warisan berdasarkan adat.
-
Tapi sebagai Muslim, kita harus tunduk pada hukum Allah, bukan adat.
-
Jika seorang anak perempuan mengambil bagian lebih besar dari yang Allah tetapkan, itu zalim.
👨👩👧 3. Porsi Waris yang Ditentukan oleh Allah (Beberapa Contoh):
-
Anak laki-laki: dua kali lipat dari anak perempuan.
-
Istri: 1/8 (jika ada anak) atau 1/4 (jika tidak ada anak).
-
Suami: 1/4 (jika ada anak) atau 1/2 (jika tidak ada anak).
-
Orang tua (bapak & ibu): masing-masing 1/6 jika almarhum punya anak.
📌 Semua angka ini tidak boleh diubah atau dirundingkan.
📛 4. Hukum Adat dan Hukum Negara yang Menyimpang = Ketidakadilan
-
Contoh: dalam hukum perdata barat (yang berlaku di banyak pengadilan Indonesia), orang tua almarhum tidak mendapatkan bagian waris.
-
Ini bertentangan dengan Al-Qur’an dan mengarah pada kezaliman terhadap orang tua.
💔 5. Kisah-Kisah Nyata Kezaliman dalam Warisan
-
Seorang istri menggugat ke pengadilan agar ibu mertuanya tidak dapat warisan.
-
Alasan: "Suami saya benci ibunya."
Padahal: "Kalau tak ada ibu, bagaimana suami itu lahir?"
➡️ Benci pribadi tidak menghapus hak syar’i.
📚 6. Allah Menyebut Hukum Waris sebagai “Hududullah” (Batasan Allah)
"تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ ۚ وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ..."
"Itulah batas-batas (hukum) Allah. Barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Dia masukkan ke dalam surga..."
(QS. An-Nisa: 13–14)
-
Yang mematuhi → Surga.
-
Yang melanggar → Neraka, kekal di dalamnya, dan azab yang menghinakan.
🧮 7. Contoh Kasus dan Simulasi Nyata Pembagian Waris
-
Ustadz memberi contoh pembagian waris dari kasus riil:
-
Seorang wafat, meninggalkan istri, anak laki-laki, anak perempuan.
-
Bagaimana menghitung porsi waris dengan rumus pecahan?
-
Bagaimana menyikapi rumah yang belum dijual, tapi salah satu anak ingin menempati?
-
Semua dibahas secara praktis dan rinci.
-
🤝 8. Konsep “Warisan Sebagai Saham” dalam Pembagian Praktis
-
Ustadz menjelaskan bahwa jika harta (rumah, tanah, usaha) belum bisa dibagi langsung, nilai warisan itu bisa dikonversi jadi saham atau porsi hak milik.
-
Misalnya: anak yang menempati rumah, harus membayar sewanya ke saudara lain berdasarkan hak waris masing-masing.
❗ 9. Kesalahan Umum: Menunda Pembagian Waris
-
Banyak keluarga menunda pembagian waris, dengan alasan “tabu”, “belum enak dibahas”, dll.
-
Padahal hukum waris wajib dibagi segera setelah jenazah dimakamkan dan utang lunas.
-
Menunda hak waris = melanggar hak hidup orang lain.
🧕 10. Bolehkan Hibah Tidak Sama Rata Saat Masih Hidup?
-
Ya, boleh, selama diberikan secara adil dan tidak menzolimi.
-
Namun jika satu anak diberi hibah, yang lain tidak, maka Nabi ﷺ menolak jadi saksi atas hibah semacam itu (HR. Bukhari dan Muslim).
🌟 Penutup
Warisan bukan soal nominal.
Tapi soal ketaatan kepada Allah, kejujuran dalam keluarga, dan keberkahan setelah wafat.
Jika warisan dibagi sesuai syariat:
-
Akan lahir keluarga yang kuat, jujur, dan saling percaya.
Jika warisan dilanggar: -
Retaklah keluarga, hilang keberkahan, dan azab Allah menanti.
💬 Fawaid dalam bentuk Q&A
❓1. Ayah saya waktu hidup kasih rumah ke abang saya. Saya dan adik-adik nggak dapat. Itu boleh?
Jawaban Ustadz:
Kalau rumah itu dikasih saat masih hidup dan tidak disamakan ke anak-anak yang lain, maka itu hibah yang tidak adil. Nabi ﷺ menolak jadi saksi pemberian seperti ini. Bahkan dalam satu hadis, beliau menyuruh orang tua itu untuk menarik kembali hibahnya.
➡️ Solusinya:
-
Harus adil. Kalau satu dikasih, semua harus dikasih.
-
Kecuali semua anak ridha, tanpa paksaan.
❓2. Suami saya meninggal. Saya mau bagi warisan, tapi saya gak rela ibu mertua saya (ibunya suami) ikut dapat. Boleh saya tolak?
Jawaban Ustadz:
Tidak boleh. Haram. Ibu dari suami adalah ahli waris sah — dia berhak 1/6 bagian kalau suami punya anak. Perasaan pribadi atau konflik masa lalu tidak bisa menghapus hukum Allah.
➡️ Menolak hak waris ibu mertua = dosa besar.
❓3. Saya sekarang tinggal di rumah peninggalan ayah. Saudara saya belum minta bagi. Boleh saya tinggal terus?
Jawaban Ustadz:
Kalau itu rumah warisan, maka itu bukan milik pribadi. Kamu hanya punya bagian sesuai warisan. Sisanya milik saudaramu.
➡️ Solusinya:
-
Minta izin saudara untuk menempati.
-
Kalau tidak dibagi dulu, kamu wajib bayar sewa sesuai porsi hak mereka.
❓4. Bolehkah saya jual rumah warisan tanpa izin semua saudara?
Jawaban Ustadz:
Tidak sah. Warisan itu milik bersama ahli waris, dan tidak boleh dijual sepihak. Satu saudara tidak bisa mengklaim semua lalu jual seenaknya.
➡️ Semua harus setuju. Kalau satu gak ridha, batal.
❓5. Keluarga kami sepakat belum mau bagi warisan karena masih sedih. Apa boleh ditunda?
Jawaban Ustadz:
Kalau alasan cuma karena “belum siap”, maka tidak boleh. Setelah:
-
Pemakaman selesai,
-
Utang almarhum dilunasi,
-
Wasiat ditunaikan,
➡️ Maka warisan wajib segera dibagikan. Menunda artinya menahan hak orang lain.
❓6. Kalau saya ikut hukum negara atau adat dalam bagi waris, bukan hukum Islam, dosa nggak?
Jawaban Ustadz:
Dosa. Bahkan besar. Hukum waris diatur langsung oleh Allah dalam Al-Qur’an. Menggantinya dengan hukum manusia (misal: hukum Barat atau adat Minang, Batak, dll) = melawan hukum Allah. Allah berfirman (QS. An-Nisa: 14): “Barang siapa menentang batasan Allah... maka dia kekal dalam neraka dan mendapat azab yang menghinakan.”
❓7. Gimana sih contoh pembagian warisan yang bener?
Jawaban Ustadz:
Contoh:
-
Seorang lelaki wafat
-
Meninggalkan: istri, 1 anak laki-laki, dan 1 anak perempuan
-
Harta warisan: Rp 1 Miliar
Pembagiannya:
-
Istri: 1/8 → Rp 125 juta
-
Sisanya Rp 875 juta → dibagi:
-
Anak laki-laki: 2 bagian
-
Anak perempuan: 1 bagian
→ Total 3 bagian = 2:1
→ Anak laki-laki: Rp 583 juta
→ Anak perempuan: Rp 292 juta
-
📌 Ini hukum wajib. Gak boleh dirunding ulang.
❓8. Kalau saya merasa anak pertama saya paling berjasa, boleh gak kasih semua harta saya ke dia?
Jawaban Ustadz:
Tidak boleh. Semua anak punya hak yang sama dalam hibah selama orang tua masih hidup. Memberi lebih hanya karena “suka” atau “lebih sayang” = zalim.
➡️ Kalau mau kasih lebih, semua anak lain harus tahu dan ikhlas.
❓9. Cucu saya yatim. Ayahnya (anak saya) meninggal duluan. Boleh gak saya kasih warisan buat cucu itu?
Jawaban Ustadz:
Cucu tidak otomatis dapat warisan kalau orang tuanya (anak Anda) sudah meninggal lebih dulu. Tapi Anda boleh memberikan melalui wasiat maksimal 1/3 dari harta.
➡️ Kalau mau kasih lebih, harus ada izin dari ahli waris lain.
❓10. Kalau ahli waris gak mau ikut hukum Islam, dan maunya pakai “pembagian kekeluargaan”, saya harus ikut?
Jawaban Ustadz:
Tidak. Ketaatan pada hukum Allah lebih wajib daripada kompromi keluarga. Kalau kamu ikut pembagian yang salah, kamu ikut menanggung dosanya.
❓11. Rumah warisan belum dijual dan masih dipakai oleh salah satu ahli waris, sementara saudara lainnya diam saja. Gimana hukumnya?
Jawaban Ustadz:
Kalau rumah belum dijual, tetapi sudah dihuni oleh satu ahli waris, maka harus dihitung sebagai hak pakai, dan yang menempati wajib membayar kompensasi (sewa) kepada saudara lainnya.
Rumah atau ruko yang masih berjalan sebagai usaha juga harus dihitung nilai pasarnya, lalu pembagian dilakukan secara saham, meski belum dijual langsung.
❓12. Kalau ahli waris butuh uang tunai, boleh gak rumah warisan dijual meskipun ada yang gak mau?
Jawaban Ustadz:
Boleh dijual jika diperlukan, tapi harus melalui musyawarah. Kalau semua setuju dan ada yang butuh uang, maka rumah boleh dijual. Jika ada yang gak setuju, maka bisa ada skema ganti rugi atau pembelian saham antar ahli waris.
“Kalau ada ahli waris yang butuh uang tunai, tentu dijual secepatnya.” – kutipan langsung dari kuliah.
❓13. Bolehkah anak yang sudah dapat modal usaha dari orang tuanya mengundurkan diri dari pembagian warisan?
Jawaban Ustadz:
Kalau sudah diniatkan sebagai pemberian pribadi atau hibah (bukan bagian warisan), dan yang bersangkutan ikhlas tidak menuntut waris, maka tidak masalah. Tapi jika tidak ada perjanjian, maka hak waris tetap berlaku.
Salah satu anak yang dapat modal usaha lalu bilang tidak akan ambil waris → sah jika dia memang ikhlas dan tidak menuntut kemudian hari.
❓14. Kalau harta waris digunakan untuk belikan rumah buat ibu, tapi nilainya lebih dari hak ibu. Apa solusinya?
Jawaban Ustadz:
Itu bisa dianggap sebagai kezaliman terhadap hak anak-anak. Jika rumah untuk ibu senilai Rp350 juta, tapi hak ibu cuma Rp240 juta, maka selisihnya harus ditutup oleh anak-anak secara sukarela atau dipotong dari saham mereka masing-masing.
“Kalau umpamanya selisih Rp80 juta, berarti ada kezoliman kepada anak-anak.”.
❓15. Dalam kasus waris kompleks (ayah, anak, cucu, rumah, ruko), siapa yang harus dapat duluan?
Jawaban Ustadz:
Pembagian harus berdasarkan urutan wafat dan siapa yang hidup saat kematian terjadi. Misalnya:
-
Jika anak meninggal setelah orang tua → anak berhak waris.
-
Jika anak meninggal duluan → cucu tidak otomatis mewarisi, kecuali melalui wasiat.
“Ini berarti lima kali skema. Satu kasus satu kasus.” – Ustadz menyarankan untuk mengurai kasus satu per satu berdasarkan waktu wafat.
❓16. Wajibkah anak membayar utang orang tua yang meninggal?
Jawaban Ustadz:
Tidak wajib, kecuali dia menjadi penjamin, atau secara sukarela ingin melunasinya. Kalau aset orang tua cukup, utang harus dilunasi dulu sebelum warisan dibagi. Kalau tidak cukup, maka ahli waris tidak menanggung utangnya.
“Kalau anda mampu, anda bayarkan. Kalau tidak mampu, tidak ada kewajiban anda kecuali anda jadi penjamin.”.
❓17. Kalau pewaris meninggal dengan utang yang lebih besar dari hartanya, apa masih ada warisan?
Jawaban Ustadz:
Tidak ada. Harta peninggalan harus digunakan dulu untuk melunasi utang. Kalau harta pewaris tidak cukup, ahli waris tidak wajib menanggungnya, kecuali jika pernah jadi penjamin.
"Kalau tidak cukup harta untuk bayar utang, maka warisannya tidak ada. Kecuali ahli waris mau lunasi, itu sedekah."
❓18. Boleh gak rumah warisan dijadikan tempat tinggal ibu, dan ruko tetap digunakan sebagai usaha keluarga?
Jawaban Ustadz:
Boleh, asal semua ahli waris sepakat, dan tahu porsinya masing-masing. Jika belum dibagi, semua aset tetap milik bersama, dan penggunaannya harus disertai kesepakatan atau kompensasi (misalnya sewa atau sistem saham).
"Yang penting hak masing-masing jelas, dan kalau ada yang tempati ya harus ada kompensasi."
❓19. Bolehkah anak yang sudah diberi modal usaha oleh orang tua menolak warisan?
Jawaban Ustadz:
Jika modal usaha itu hibah saat hidup dan anaknya ikhlas tidak menuntut warisan, tidak masalah. Tapi kalau dia ingin menolak warisan karena merasa sudah dapat “jatah”, itu harus tetap ditawarkan — karena warisan adalah ketetapan Allah, bukan milik pribadi yang bisa ditolak seenaknya.
"Terima dulu, itu hak dari Allah. Setelah itu mau disedekahkan, diserahkan, itu boleh. Tapi jangan sombong menolak hukum Allah."
❓20. Bagaimana jika seseorang hanya punya anak perempuan, tanpa anak laki-laki?
Jawaban Ustadz:
Kalau anaknya hanya perempuan dan dua orang atau lebih, maka mereka berhak mendapat dua pertiga dari total harta. Sisa harta dibagikan kepada ahli waris lainnya (misal: orang tua, saudara kandung, dll).
Berdasarkan QS. An-Nisa ayat 11:
"فَإِن كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ"
“Jika anak-anak itu perempuan dan lebih dari dua, maka mereka mendapat dua pertiga dari harta yang ditinggalkan.”
❓21. Apakah warisan bisa diubah karena alasan “lebih adil versi keluarga”?
Jawaban Ustadz:
Tidak boleh.
Pembagian waris adalah hududullah (batasan dari Allah). Kalau ingin adil, maka adil menurut Allah, bukan menurut logika keluarga.
“Kalau kamu ingin adil, adillah sesuai dengan apa yang Allah turunkan. Bukan buat sistem sendiri.”
❓22. Seorang meninggal tanpa anak. Istrinya masih hidup, orang tuanya juga masih hidup. Siapa yang berhak atas warisan?
Jawaban:
-
Istri: mendapat ½ (seperdua) karena tidak ada anak
-
Ibu: mendapat ⅓ (sepertiga)
-
Sisa: dibagi kepada saudara kandung (jika ada), dengan ketentuan laki-laki 2 bagian, perempuan 1 bagian
❓23. Kalau saya sudah dapat modal usaha dari orang tua, dan berniat tidak ambil warisan, apa boleh?
Jawaban:
-
Terima dulu, karena itu adalah hak yang Allah tetapkan.
-
Setelah itu, silakan wakafkan, hibahkan, atau sedekahkan jika memang ikhlas.
-
Menolak warisan secara prinsip karena merasa "sudah cukup" bisa menunjukkan kesombongan terhadap hukum Allah
❓24. Anak tiri (bukan darah) apakah dapat warisan?
Jawaban:
-
Tidak otomatis dapat warisan secara syar’i.
-
Tapi bisa diberikan melalui wasiat (maksimal ⅓ dari harta peninggalan).
-
Anak tiri bukan ahli waris kecuali diangkat secara hukum dan disepakati oleh semua ahli waris.
❓25. Kalau ahli waris tinggal di rumah warisan tanpa membagi hasil ke yang lain, dosa?
Jawaban:
Ya. Jika rumah belum dibagi secara resmi dan salah satu ahli waris menempatinya tanpa izin atau membayar sewa proporsional, maka ia mengambil hak saudaranya secara tidak sah.
➡️ Solusi: hitung nilai rumah → jadikan saham → bayar bagian saudara
❓26. Jika anak perempuan mendapat warisan lebih dari seharusnya karena wasiat ayah yang tidak sesuai syariat, apa harus dikembalikan?
Jawaban:
Ya. Jika pembagian warisan dibuat sama rata atau justru lebih berat sebelah, maka yang mengambil lebih dari haknya wajib mengembalikannya, kecuali jika semua ahli waris ridha secara sadar dan ikhlas.
➡️ Contoh: anak perempuan ambil 1,5 M dari total 3 M. Padahal seharusnya hanya 1 M.
➡️ Maka kelebihan 500 juta harus dikembalikan ke saudara laki-laki
❓27. Kalau pewaris wafat tidak punya anak, bagaimana pembagiannya?
Jawaban Ustadz:
-
Istri mendapat ½ (seperdua)
-
Ibu mendapat ⅓ (sepertiga)
-
Sisanya dibagikan kepada saudara kandung — laki-laki dapat dua bagian, perempuan satu bagian
❓28. Boleh gak hibah saat hidup dibagi tidak sama rata karena satu anak masih susah, yang lain sudah mapan?
Jawaban Ustadz:
Boleh, asal semua anak mendapatkan bagian, dan pembagian didasari keadilan, bukan kesamaan matematis. Contoh: anak satu masih S2, satu lagi SD — biaya yang diberikan bisa berbeda, tapi adil sesuai kebutuhan.
➡️ Hibah itu sah kalau:
-
Semua anak mendapat bagian
-
Ada alasan syar’i, bukan favoritisme
❓29. Kalau anak perempuan diberi lebih banyak karena ayah merasa “perempuan lebih butuh”, boleh?
Jawaban Ustadz:
Tidak boleh jika konteksnya warisan — karena pembagian warisan sudah ditetapkan Allah. Tapi kalau hibah semasa hidup, maka boleh diberi lebih jika ada alasan logis dan semua anak lainnya tetap dapat bagian
❓30. Ada harta warisan berupa ruko dan rumah. Gimana kalau mau dipakai dulu, belum dijual?
Jawaban Ustadz:
-
Tetap wajib hitung dan bagi nilai haknya kepada semua ahli waris
-
Kalau belum dijual, anggap seperti saham → penggunaannya harus bayar sewa ke saudara yang lain sesuai proporsi
❓31. Salah satu ahli waris tidak diketahui keberadaannya. Apa bisa tetap dibagi?
Jawaban Ustadz:
Tidak bisa dibagi seluruhnya dulu. Bagian untuk ahli waris yang tidak diketahui harus disimpan (ditahan) sampai ditemukan atau ada keputusan resmi (misalnya kematian atau pengesahan hilang).
➡️ Jika dibagi tanpa izin atau kejelasan, maka itu ghasab (perampasan hak).
❓32. Kapan waktu terbaik membagikan warisan?
Jawaban Ustadz:
-
Setelah:
-
Pemakaman
-
Pelunasan utang
-
Penyelesaian wasiat
-
-
Jangan ditunda, karena itu hak orang yang hidup.
“Kalau kamu ditunggu gaji sampai jam 6 padahal janjinya jam 12, kamu marah. Apalagi ini hak waris yang ditetapkan Allah.”